Memanfaatkan Deras Air Menjadi Energi Listrik
AIR yang melimpah dan deras jika dimanfaatkan secara bijak akan menghasilkan energi yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Khusus di Indonesia, yang sebagian wilayahnya pegunungan dan memiliki curah hujan cukup tinggi, tentu akan menjadi potensi bagi pengembangan energi listrik di masa depan.
Pemanfaatan air menjadi sumber energi selama ini sudah menjadi perhatian PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kemudian dikembangkan menjadi tenaga listrik.
Menurut Vice President (VP) Energi Alternative/Terbarukan PLN Ario Senoaji, PLN masih mempunyai sekitar 4.700 unit PLTD yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan total kapasitas terpasang lebih dari 3.000 Megawatt (MW).
Untuk mendukung program pengurangan pemakaian BBM tentunya energi terbarukan juga sangat diharapkan perannya. “PLTD pada umumnya berada di daerah-daerah remote dan di daerah tersebut biasanya banyak ditemukan potensi alam dari energi terbarukan seperti tenaga air yang dapat dikembangkan untuk menggantikan PLTD,” katanya di Jakarta, kemarin. Padahal salah satu permasalahan yang terjadi saat ini adalah bahwa banyak daerah-daerah yang kekurangan listrik.
Ario mengungkapkan bahwa di daerah-daerah terpencil masih banyak PLTD yang hanya beroperasi 12 jam, padahal di sekitar lokasi itu ada potensi tenaga air yang dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik yang dapat dioperasikan 24 jam dengan biaya operasional jauh lebih rendah dibanding dengan PLTD. Selain itu kelebihan listrik yang dibangkitkan dari energi air ini sekaligus juga dapat dipakai untuk memenuhi permintaan sambungan listrik dari pelanggan baru yang pada saat ini daftar tunggunya cukup banyak.
Untuk hal ini Ario memberi contoh bahwa di suatu tempat tidak jauh dari perbatasan dengan negara tetangga Timor Leste ada PLTD dengan kapasitas 100 kW yang beroperasi hanya 12 jam dengan daftar tunggu calon pelanggan baru yang cukup banyak, tidak jauh dari tempat tersebut terdapat potensi Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) sebesar lebih kurang 200 kW. Demikian juga halnya di perbatasan dengan Malaysia, tepatnya di Kecamatan Sajingan Besar Kalimantan Barat yang saat ini bahkan kebutuhan listriknya di suplai dari Serawak Malaysia.
PLN bukannya tidak menyadari akan hal tersebut, namun keterbatasan dana yang diperlukan untuk membangun potensi tersebut menjadi kendala utama bagi PLN yang saat ini sedang berkonsentrasi penuh untuk program percepatan pembangunan 10.000 MW tahap 1 & 2.
Untuk menyiasati masalah tersebut kata Ario “Kami membuka lebar kesempatan kepada pihak swasta untuk ikut berpartisipasi mengembangkan energi alternative/terbarukan khususnya tenaga air menjadi tenaga listrik dan menjual listriknya ke PLN.”
Pemerintah-pun, katanya, mendukung pengembangan energi alternatif ini dengan memperbolehkan PLN melakukan penunjukkan langsung tanpa melalui proses tender kepada swasta yang berminat. Selain itu pembangunan pembangkit dengan kapasitas di bawah 10 MW tak perlu mengacu kepada RUPTL. “Hanya pembangkit di atas 10 MW yang mengacu kepada RUPTL,” katanya.
Selanjutnya ditetapkan pula harga pokok tertinggi (HPT) dari masing-masing energi terbarukan yang di antaranya tenaga air. Untuk tenaga air diklasifikasikan sampai dengan 1 MW; 1-10 MW dan di atas 10 MW yang mempunyai HPT sendiri, makin kecil kapasitas terpasang makin besar HPT. HPT tersebut ditentukan lagi untuk masing-masing region di mana untuk region Maluku dan Papua mempunyai HPT yang paling tinggi. “Kami memahami bahwa pengembang tidak 100 persen menggunakan dana mereka sendiri. Pembiayaannya biasanya 30-35 persen modal sendiri dan sisanya pinjaman yang dalam hal ini bisa dari perbankan,” katanya.
Jakarta | Tue 08 Dec 2009
by : Wahyu Utomo
Eki hardi Saputro
41407010004
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar